Sabtu, 17 Mei 2014

Si Kabayan Manggih Mudun?

Kabayan..kabayan, dasar si Kabayan tak hentinya ia membuat orang heran oleh tingkahnya. Ia tidak bisa menerima sesuatu begitu saja. Tidak cukup rasanya bagi Si Kabayan jika hanya hidup “biasa” seperti orang lain. Bukan si Kabayan jika polahnya tidak membuat orang lain bertanya, heran, atau mungkin kesal. Entah mengapa Si Kabayan menjadi tokoh fiktif yang selalu “asik” dan nyentrik dengan segala yang melekat padanya.
Suatu kegiatan yang barangkali sangat biasa dilakukan setiap hari. Bahkan mungkin banyak orang tidak mempermasalahkan itu. tapi, sekali lagi bagi si Kabayan rupanya jadi perkara yang tidak biasa. Apa itu? itulah dimana saat si Kabayan “manggih mundun dan manggih nanjak” atau dalam bahasa Indonesia pada saat si Kabayan menemukan (jalan) turunan dan tanjakan!
Memang terbalik si Kabayan meresponi hidup ini. Pada saat ia menghadapi “pudunan” (turunan) si Kabayan bersedih/menangis. Tapi pada saat ia melihat tanjakan ia malah senang dan semangat. “Gelo” memang, umumnya orang senang kalau melewati turunan, karena tentulah jalannya menjadi mudah. Dan orang merasa capek atau mengeluh ketika menghadapi tanjakkan karena jelas jalan menanjak membutuhkan tenaga ekstra untuk melewatinya. Setiap kali si Kabayan dalam perjalanannya menemukan turunan ia selalu bersedih dan menangis, tapi setiap kali ia menemukan tanjakan ia senang dan semangat. Itulah salah satu cerita singkat yang diceritakan orang tua Sunda pada anak-anaknya.


“Lamun hirup kudu jiga si Kabayan. Lamun manggih mudun ulah babari atoh, tapi kudu ceurik sabab engke bakal manggih nanjak. Tapi lamun manggih nanjak kudu bagja, sabab engke bakal manggih mudun.”
Dalam bahasa Indonesia berarti, “Kalau hidup harus mencotoh si Kabayan. Kalau menemukan jalan menurun jangan cepat senang, tapi harus menangis sebab nanti akan menemukan tanjakan. Tapi, kalau menemukan tanjakan harus senang sebab nanti akan menemukan turunan.

Hidup adalah sebuah perjalanan, barangkali inilah kalimat yang paling mewakili definisi hidup dalam khasanah berpikir a la Timur. Perjalanan dalam hidup tidak hanya terdiri dari jalan lurus saja, ia juga terdiri dari berbagai macam kelok-kelokan, naik-turun, jatuh-bangun, dst, dan itulah yang membuat hidup itu menjadi berharga untuk dipelajari. Demikian juga dalam kesundaan, hidup itu dipandang sebagai sesuatu yang harus dipelajari dan dialami sendiri, bukan hanya “katanya”. Hidup tidak cukup menerima “apa kata orang”, untuk sampai pada sebuah kemenangan / kebahagiaan (kaluginaan) seseorang haruslah menemukan identitasnya dalam hubungannya dengan sekelilingnya, baik itu hubungan dengan dirinya sendiri, sesama, dan alam di mana ia berada.
Namun demikian, kita adalah manusia yang sering keliru melihat realitas. Itulah kata Si Kabayan. Kali ini si Kabayan tidak hanya mengajak kita tertawa untuk sejenak menertawakan hidup ini, tapi Si Kabayan juga ingin mengajak kita untuk sejenak menangisi hidup ini. mengapa demian? Apa maksud dari sempalan di atas? Sederhananya, sempalan singkat ini mengajak khayalak untuk lebih cermat dan berhati-hati dalam menilik dan menilai hidup. Pandangan dan pengalaman manusia perlu dilihat dari berbagai sisi secara utuh dalam kesatuan. Maksudnya dalam penilaian dan keputusan etis dalam hidup kita tidak bisa hanya melihat satu titik peristiwa saja, tapi kita perlu melihat hidup keterhubungan dari setiap peristiwa. Si Kabayan mewanti-wanti kita supaya kita jangan tertipu!

Mari berwapada diri...
Hidup secara alamiah terdiri dari berbagai macam hal yang bisa dirasakan, singkatnya rasa itu terdiri rasa yang kita senangi dan rasa yang tidak kita senangi. Yang kita senangi sering kita sebut dengan kebahagiaan (kabagjaan) dan yang tidak kita senangi disebut penderitaan (kasusahan). Si Kabayan di sini mengajak kita untuk berwaspada, untuk terlebih dahulu mengamati dan meneliti bagaimana “jalan” –nya hidup. Bukan hanya menikmati hidup, tapi melihat bagaimana hidup itu bergulir. Di sini kita melihat bahwa dalam pemikiran Sunda hidup dipandang sebagai sebuah siklus, seperti sebuah roda yang berputar dan bukan sebagai sebuah garis lurus, linear. Si Kabayan melalui cerita singkatnya ini hendak mengajak kita keluar sejenak dari hidup kita yang sementara ini untuk melihat keutuhannya.
Berwaspada diri berarti di dalamnya termasuk berwaspada pada kenyamanan yang sedang dialami, barangkali itu adalah awal dari sebuah penderitaan, kenyamanan yang membawa pada kesulitan dan kemandekan di masa yang akan datang. Manusia tidak boleh cepat puas dengan keadaannya sekarang. Jika hari ini ia mengalami berbagai macam kemudahan ia perlu mengoreksi dirinya, bahkan ia perlu meratapi dirinya, barangkali apa yang di dapatnya kini akan membawa dirinya dan generasi-generasi di bawahnya pada kesukaran. Karenanya ketika “si Kabayan manggih mundun” ia menangis bahkan ia meratap. Bagaimana mungkin seorang yang “bodoh” dapat melakukan hal itu? coba kita renungkan sejenak. Tentulah ini bukanlah proses pemikiran yang bisa dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar bodoh. Sebaliknya, ketika “si Kabayan manggih nanjak ia bagja”, ia bersemangat untuk mendaki karena ia percaya setelah ia mendaki, di depan sana ia akan mendapatkan kelegaan, di depan sana akan ada sebuah turunan yang bisa dia nikmati! Ia meyakini sebuah proses kehidupan selalu mengalami pembentukan. Pembentukan itu terdiri dari berbagi macam kesulitan dan kesukaran, disitulah bukan hanya fisik, tapi semangat hidup, juga nilai-nilai baik yang terkandung di dalamnya seperti kesabaran, ketabahan, kebaikan, dst tumbuh dan berkembang yang akhirnya berperan penting dalam memberikan pandangan terhadap hidup yang jauh lebih luas dan dalam.
Disinilah filosofi Sunda, “Moal meunang perah lamun teu peurih.” [Tidak akan memiliki kekuatan (bisa/racun) jika tidak mengalami penderitaan] meresap dan tertanam. Dengan demikian pandangan sunda terhadap hidup adalah “memikirkan-kembali” dan bukan hanya “memikirkan-ke-depan.” Apa bedanya? Di dalam “memikirkan-ke-depan” orang biasanya cenderung pada kemajuan saja, etah seperti apa kemajuan itu, yang penting dipandang lebih baik dari hidup yang sebelumnya, tanpa kembali mengoreksi kelayakan dan kepantasan dari hidup itu sendiri. Berbeda dengan “memikirkan-kembali” disini bukan hanya kemajuan, tapi kesadaran pada pemaknaan atas keutuhan hidup itu sendiri. Kita tidak bisa berpuas diri hanya karena kita merasa, “ah sekarang saya sudah puas karena saya sudah lebih kaya dari sebelumnya.” Atau lebih populer atau lebih bijak, dst. Jika demikian kata si Kabayan, “Apa artinya hidup? hidup bukanlah dari miskin menjadi kaya, bukan dari tidak punya menjadi punya! Si Kabayan hanya akan meratapi “pudunan” yang sedang kita nikmati kini! Hidup tidak boleh “mandek” pada satu sisi, kita tidak boleh cepat puas baik itu pada keadaan politik, ekonomi, sistem atau pada suatu keadaan tertentu yang kita alami. Hidup itu perlu dipikirkan kembali, hidup itu perlu diwaspadai! Jalannya hidup itu seperti sebuah roda yang berputar, ada kalanya di atas, ada kalanya di bawah. Yang mana yang lebih baik? Yang mana yang benar? Tidak ada dikotomi antara keduanya. Keduanya adalah sebuah kesempatan dan peluang untuk belajar lebih mengerti hidup ini. keduanya adalah sebuah keutuhan yang tidak bisa dipisahkan sebagai sebuah proses pemahaman atas betapa berharganya sebuah kehidupan! 

Kabagjaan berbeda dengan kalugunaan. Kabagjaan adalah sebuah kesenangan, kondisi yang diharapkan manusia. Hanya mengejar kabagjaan dalam hidup berarti menikmati hidup yang berat sebelah. Sedangkan kaluginaan adalah sebuah kecukupan hidup atau hidup yang tak berkekurangan. Dengan kata lain, kabagjaan berasal dari sebuah pandangan hidup yang mengarahkan diri pada hal-hal yang disenangi saja, sedangkan kaluginaan berisi sebuah pemaknaan atas keutuhan hidup dimana di dalamnya terkandung adanya “puduhan” dan “tanjakan” sebagai sebuah kecukupan hidup. Kecukupan disini berarti sebuah kesadaran pada pemenuhan identitas diri atas hubungan personal seseorang dengan sekelilingnya. Karenanya si Kabayan yang dikatakan “bodoh” tidak hanya mengajak manusia untuk sekadar melakukan dan mengejar apa yang disukai saja, tapi jauh dari itu, Si Kabayan mengajak kita untuk melihat hidup di dalam kecukupannya, yakni di dalam keutuhan dan kesatuannya di dalam hubungan-hubungan yang melekat padanya sebagai sebuah pencapaian pada penemuan identitas diri (mampunya kuring keluar dari kurung). Bagi si Kabayan, singkatnya hidup ini perlu untuk dikoreksi, tidak boleh dikelabui oleh keadaan. Jika hari ini kita ada dalam kenyamanan, kata si Kabayan, merataplah! Ketika kita mengalami tantangan, kata si Kabayan, berbahagialah dan nikmatilah! Jangan terkecoh! Hidup perlu dibaca kembali.

1 komentar: